Jumat, 21 Agustus 2015

TRUE FRIEND

Satu jam sudah aku menunggu di salah satu halte busway di Jakarta. Ya, menunggumu. Tetapi kamu tak kunjung datang. Aku kecewa, aku sudah berkaca-kaca ingin meneteskan air mata. Pukul 14.00 aku menghubungimu via Whatsapps, telpon, dsb. Semua no mu aku hubungi tetapi tidak kunjung aja jawab. Berkal-kali operator telpon itu bilang, "Maaf no yang Anda tuju sedang tidak aktif". Begitulah seterusnya sampai pukul 17.30 aku terus menghubungimu, 

Aku berfikir mungkin HPmu ketinggalan di rumah, atau sedang lowbatt. Aku terus husnudzon. Ya aku beranikan untuk datang ke tempat kita sepakati, di sebuah taman di Jakarta pada sore hari.
Aku berfikir bahwa kamu tidak akan pernah datang. Tapi apapun yang terjadi, aku akan menjadi seseorang yang menepati janji aku. Aku datang memakai kerudung cokelat, dan baju coklat sesuai yang telah kita sepakati sehari sebelumnya. Kamu pun begitu, memakai kemeja coklat.

Setibanya di halte busway, aku duduk dan melihat ke kanan-kiri, berharap kamu datang. Tapi ternyata tidak ada. Hanya  ada beberapa orang yang sedang duduk. Aku menunggmu disana selama hampir 1 jam. Aku sudah kecewa, mataku sudah berkaca-kaca. Dan ketika aku hampir beranjak dari tempat duduk disana. Tiba-tiba ada seorang pria berkemeja coklat menghampiriku, tepat di sampingku. Aku menoleh ke arahnya. Aku kaget, benar-benar kaget. Aku hanya terdiam.

Tiba-tiba dia menyapaku. Menyapaku, "Hai ini Mala kan?". Aku hanya tersenyum kosong. 
Kamu pasti nunggu disini sudah 2 jam ya? Dia berkata seperti itu dengan mata yang penuh penyesalan. "Maaf ya maaf, aku benar-benar minta maaf, aku tidak bermaksud membuatmu menunggu untuk kesekian kali. Tadi aku revisian Skripsi sampai sore, paketanku abis, dan sinyalnya lemot". Begitulah penjelasannya.

Dan aku hanya tersenyum, tidak menjawab apa-apa. 
"Kamu marah ya?" Dia bertanya.
"Manusiawi kalau manusia memiliki rasa kecewa, aku pikir kamiu tidak akan datang. Tapi meskipun kamu tidak datang, aku kan tetap datang ke tempat yang kita sepakati sebelumnya". Jawabku.

"Iya aku salah, aku minta maaf ya"
"Iya gak papa kok". Jawabku

"Terus kita mau kemana, taman yang kita tuju pasti sudah tutup jam segini"'
"Kita maghrib dulu ya, nyari mushola"
"Oh ya sudah"

Kemudian kami mencari Mushola. Ya, inilah saat-saat yang kunantikan mendengar suara merdunya ketika menjadi Imam. Masya Allah sangat merdu sekali dan tartil bacaan Al-Qurannya. Tetapi sayang aku sedang berhalangan, tidak bisa menjadi makmumnya lagi untuk yang ke tiga kalinya. 
Ya, sudah 4x kami bertemu. Awalnya kami bertemu di acara Talkshow Ahmad Faudi di Islamic Books Fair 2014 pada bulan Februari lalu. Waktu itu Ahmad Fuadi sedang menyeleksi murid untuk dia ajari menulis buku. Kebetulan aku dan dia sama-sama daftar. Dia adalah ketua Fosti (semacam remaja Dakwah) di kampusnya. Dia juga tergabung dalam F-VO (Fosti Voice) yaitu grup nasyid. 
Kami mempunyai passion yang sama yaitu, pergi ke luarnegeri untuk melanjutkan pendidikan.
Begilah awal mula kami bertemu.

"Sudah sholatnya", aku bertanya di tengah-tengah dia menghampiriku.
"Iya sudah"

"Sini aku bawakan tasmu" Pintanya
"Nggak usah, aku bisa bawa sendiri kok", jawabku
"Beneran nggak papa aku bawakan, kalau kamu gak mau, aku marah loh" Pintanya.

Kemudian dia memaksa dan akhirnya membawakan tasku.


Kemudian kami duduk disebuah bangku panjang di sebuah taman terkenal di Jakarta, diterangi oleh penerangan listrik yang menyala, di tengah kerlap-kerlip suasana ibukota, dan lalu lintas kendaraan, dan orang berlalu-lalang". Kala itu waktu menunjukan pukul 18.15 WIB.

"Kamu kok makin kurusan sekarang"?
"Iya...iya...aku tahu...aku tahu...aku kurus. Mungkin karena aku sakit 10 hari kemarin, dan ditambah stress karena Tugas Akhir".

"Kamu juga kurusan sekarang, dan kacamatamu itu loh tidak pernah berubah, seperti bapak-bapak tahuuuuu..." Candaku.

Dia hanya terkekeh. "Kacamatamu baru ya?" Tanyanya
"Enggak sih udah lama, kamu teliti banget sih sampai kacamata aja tahu yang baru"

"hehehe...pinjam dong kacamatamu, jangan-jangan kacamatamu palsu lagi bukan kacamata minus". Begitulah guyonannya". 

Ketika kami bertemu kami sering bercanda dan saling ledek-ledekan. 

Aku bertanya memecah keheningan, "Gimana kemarin liburannya di Padang?'
"Oh iya keingetan aku kan membawa oleh-oleh buat kamu". Dia menjawab seakan menyambung pertanyaan. 

"Apa itu?" Tanyaku keheranan...

(Dia mencari-cari di tasnya)
Astagfirullah aku lupa bawa, tadi pagi buru-buru ke kampus soalnya. "Mau banget ya dikasih hadiah oleh aku?" Tanyanya kepedean...

"iiiiikkhh nggaakkkk" Aku menyanggah sinis sambil manyun.

"Hahaha...becanda-becanda"

Mulai ke Topik pembicaraan.
"Aku mau menjelaskan sesuatu padamu, tapi kamu jangan sakit hati ya". Tandasnya

"Ada apa kok serius sekali?" aku bertanya keheranan
"Sebenarnya kemarin pas ke Padang itu kakakku yang ketiga menikah dengan orang Jambi. Aku itu anak ke 4 dari 5 bersodara. Nah kakak pertama aku menikah dengan orang Jawa, kakak ke 2 dan ke 3 juga menikah dengan orang yang bukan suku Padang. Ibuku berdoa agar anak ke 4 dan ke 5 nya nanti menikah dengan orang Padang. Tapi sebenarnya sih itu tidak mutlak, karena aku sendiri yang menentukan pilihan hidupku."

"Oh begitu" Jawabku singkat.

"Tapi selama aku bertemu denganmu aku sering bercerita pada Ibuku tentang kamu. Kalau pun aku bertemu dengan kamu juga aku pasti cerita kok, aku juga pernah menunjukan fotomu ke mamaku. Namanya juga jodoh, jodoh kan tidak tahu, status kita kan bukan pacaran, dan PASTI kamu juga tidak mau kan yang namanya pacaran? Dan kita bertemupun dalam 1 tahun hanya 2x. Padahal kita sama-sama tinggal di Jakarta. Kita ini hanya sahabat, sahabat untuk meraih mimpi, adakalanya menjadi guru, sahabat, dan orangtua yang saling mengingatkan satu sama lain. Dan aku pernah bilang pada ibuku, aku akan menikah jika sudah menempuh S2. Dan aku bersyukur jika ada yang menemaiku menempuh S2 diluar negeri, yaitu istriku" Begitu jelasnya.

"Terus maksud kamu apa di Whatsapps memintaku agar menemanimu menenpuh pendidikan Master di Nederland?"

"Iya itu hanya doaku saja" Jawabku singkat

"Doakan aku ya aku akan apply S2 di Nederland" pintanya padaku
"(Tersenyum). Ya aku akan selalu mendoakanmu".

"Selepas graduation S1 aku juga mau bekerja dulu di Indonesia, sambil prepare kesana".
"Dan aku juga ingin kita tetap menjadi sahabat, motivator, dan orangtua saling menasehati satu sama lain, sampai kita msing-masing bertemu dengan jodoh kita. Ya, aku dan kamu. Kita tidak tahu di masa depan akan bertemu siapa. Bisa saja kamu dan aku berjodoh, kita tidak tahu takdir. Aku harap kita bisa keliling dunia dan menenpuh pendidikan dengan status yang halal.".

"Oh iya doakan aku juga ya, aku lagi hapalan Al-Quran juga". Pintanya lagi.

"Berdoa adalah caraku memelukmu dari jauh. No khalwat untill akad".

Ya, sudah ini sudah bada Isya kita pulang.....

(Cerita Fiktif, Writter Emah Ermala)
Jumat, 6 Dzulqaidah 1436 H (21 Agustus 2015)












Tidak ada komentar:

Posting Komentar